Dasar Negara Dalam Perdebatan

Rp 14.000

DASAR NEGARA DALAM PERDEBATAN

Perbedaan pendapat yang terjadi pada saat Sidang Umum MPR Tahun 2000 mengenai Pasal 29 ayat ( 1 ) UUD 1945 itu, sebenarnya merupakan puncak pertarungan poltik mengenai dasar negara antara Ir. Soekarno dan Mohammad Natsir pada tahun 1940-an.

Perdebatan yang sama muncul kembali pada sidang kedua Badan Penyelidik Usaha – usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) pada 11 Juli 1945. Namun, wibawa Ir. Soekarno sebagai Ketua Komisi Perancang UUD ketika itu berhasil meredakan ketegangan tersebut, dan BPUPKI sepakat menerima rumusan dasar negara seperti yang tercantum dalam Jakarta Charter sebagai suatu gentlemen agreement.

Keadaan aman ini kembali menghangat ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) pada 18 agustus 1945 mengubah gentlemen agreement itu. Menanggapi hal ini kelompok Islam merasa amat kecewa, karena hasil kerja Panitia Sembilan yang dilakukan dengan susah payah itu dimentahkan kembali. Kelompok ini dengan jiwa besar rela menerima perubahan tersebut. Namun, suatu hal yang mungkin terlupakan waktu itu, bahwa PPKI tanpa sengaja telah memasang ‘bom waktu” yang siap meledak setiap waktu.

Perbedaan pendapat yang tak tuntas tahun 1945 itu muncul kembali dalam sidang Konstituante. Kedua belah pihak tidak pernah mencapai suara mayoritas keluar sebagai pemenang. Perbandingan suara yang diperoleh masing – masing selalu seperti 5 ( pendukung pancasila ) berbanding 4 ( pendukung Islam ). Namun ketika konstituante hampir selesai melaksanakan tugas ( 90% ) kecuali mengenai dasar negara , muncul isu bahwa Konstituante telah “gagal”. Presiden Soekarno melakukan intervensi terhadapa Konstituante dengan dukungan kelompok Nasionalis Sekuler termasuk PKI yang mendapat dukungan dari pihak militer. Konstituante dipaksa menerima pemberlakuan kembali UUD 1945.

 

Kondisi Konstituante yang semakin dijepit dipaksa menerima anjuran Presiden ini, Namun pemungutan suara juga tidak mencapai 2/3 anggota Konstituante untuk kembali ke UUD 1945 itu. Sidang – sidang Konstituante ini memang sengaja dibuat gagal. Partai – partai pendukung gagasan Presiden sengaja tidak menghadiri sidang – sidang lagi agar dalam setiap pemungutan suara tidak tercapai kuorum 2/3. Dengan demikian, kegagalan Konstituante menurut Adnan Buyung Nasution bukan karena kelemahan sendiri, tetapi lebih banyak disebabkan adanya “campur tangan” orang luar dan “sabotase” dari orang dalam. Apakah yang terjadi dalam Sidang MPR Reformasi (1999 –  2004 ) ketika UUD 1945 diamandemen ? Jawabannya bacalah buku ini !

100 in stock

Cart Item Removed. Undo
  • No products in the cart.